
Catatan Pendek untuk Semua Orang Tua
Pendidikan SAIC AdminBismillahirrahmanirrahim...
Syukur Alhamdulillah perjalanan satu tahun di tahun pelajaran 2022/2023 telah rampung ditutup dengan penerimaan rapor yang berisi hasil pembelajaran anak selama 1 semester terakhir.
Saat-saat seperti ini tentu saja menjadi saat yang menegangkan bagi orang tua, muncul perasaan cemas, mengkhawatirkan bagaimana kalau nilai anaknya turun dan lain sebagainya.
Bahkan, meskipun sistem rangking sudah dihapuskan, nyatanya juga masih banyak orang tua yang menanyakan terkait rangking anak, siapa yang unggul, siapa yang juara satu, siapa siapa seterusnya.
Ya, kebanyakan dari kita memang masih menganggap bahwa nilai di rapor adalah segalanya. Nilai di rapor harus selalu bagus-bagus. Harus mendapat predikat A. Prestasi anak adalah ketika dia mendapat juara 1, prestasi anak adalah ketika dia memiliki piala yang berjejer-jejer.
Padahal, setiap anak punya potensi yang berbeda-beda, tidak adil rasanya jika start anak saja sudah berbeda, tapi kita menuntut finish yang sama. Tidak adil rasanya jika kita hanya melihat prestasi anak dari yang tertulis di rapor, padahal itu hanya hasil dari satu aspek saja, aspek kognitif siswa.
Maka, bagaimana mungkin kita tetep memaksa, mencekoki anak untuk melahap segala pelajaran, matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan lain sebagainya. Padahal untuk beberapa anak itu memang bukan passionnya. Jangan terlalu menjadikan nilai sebagai patokan prestasi anak. Apakah anak-anak yang nilainya di bawah rata-rata adalah anak yang tidak berprestasi? Tidak bukan. Setiap anak itu unik, khas, dan satu. Mereka punya keahlian mereka sendiri-sendiri yang bisa jadi sudah terlihat langsung melalui tindakan mereka ada juga yang mungkin harus digali lagi, diarahkan lagi.
Bagaimana mungkin kita mengatakan seorang anak tidak berprestasi sedangkan ia adalah anak yang selalu menghidupkan suasana di kelas, yang ketika dia tidak masuk kelas menjadi hening, yang selalu membuat suasana di kelas menjadi lebih menggembirakan.
Bagaimana mungkin kita mengatakan seorang anak tidak berprestasi hanya karena nilai matematikanya 4, sedangkan ia adalah anak yang sangat peduli terhadap temannya, anak yang selalu membantu siapapun yang kesusahan, anak yang tidak pernah pilih-pilih teman.
Bagaimana mungkin kita mengatakan seorang anak tidak berprestasi hanya karena rata-rata nilainya adalah 6 sedangkan ia adalah anak yang paling sopan, selalu disiplin, tidak pernah membuat onar dan gaduh kelas.
Bagaimana mungkin kita mengatakan seorang anak tidak berprestasi hanya karena mendapat predikat nilai D, sedangkan ia adalah anak yang manud dikandani, rajin menata ruang kelas, peka terhadap segala ketidakteraturan di kelas, selalu mengingatkan kepada temannya untuk menjaga kebersihan.
Kita akan menjadi orang tua dan guru yang egois jika hanya terus menuntut anak mendapat nilai yang bagus lalu mengesampingkan hal-hal baik dan positif lain pada diri anak.
Maka, mari kita lapangkan dada kita, kita buka rapor ananda dengan penuh senyuman, sebab itu adalah hasil terbaik yang mampu ananda usahakan dengan sepenuh perjuangan panjang. Kita beri apresiasi kepada anak-anak kita, kita ucapkan terimakasih sebab sudah berjuang selama ini, kita minta maaf kepada anak kita jika selama ini kita sering menuntut ini dan itu tanpa kita tahu bagaimana keras dia sudah berjuang. Mari berjanji untuk terus mendukung dan mengarahkan anak-anak kita pada kebaikan yang membahagiakan yang mencerahkan seluruh semesta. Sebab percuma saja jika anak-anak kita berilmu tinggi tapi malah membuat gaduh sekitar.
Selamat berjuang untuk terus membimbing ananda.
Semoga Allah membalas dengan sebaik-baiknya balasan, semoga Allah menjadikan ikhtiar kita sebagai pemberat timbangan kebaikan kita di akhirat kelak. Aamiin
Salam takdzim dari seorang pembelajar
Maafkan atas segala kesalahan.
[Tri Setyoningsih]